Sabtu, 25 Januari 2025 WIB

Thailand Pulangkan Paksa Ribuan Pengungsi Myanmar Kembali ke Negaranya

- Kamis, 14 April 2022 09:06 WIB
690 view
Thailand Pulangkan Paksa Ribuan Pengungsi Myanmar Kembali ke Negaranya
Pengungsi dari Myanmar membawa kotak makan siang yang disumbangkan ke tenda mereka di sepanjang sisi Sungai Moei Thailand di Mae Sot, Thailand pada 5 Februari 2022. (Foto: AP)

BANGKOK (Pesisirnews.com) - Ribuan orang melarikan diri keluar dari Myanmar, menyusul kekerasan yang meningkat setelah pengambilalihan kekuasaan oleh militer di Myanmar Februari lalu. Mereka mencari tempat-tempat perlindungan ke negara-negara tetangga, termasuk Thailand.

Dalam situasi terkini yang dilaporkan AP, Thailand telah memaksa ribuan pengungsi Myanmar kembali ke negaranya meskipun undang-undang pengungsi internasional melarang kembalinya orang ke negara-negara di mana kehidupan mereka mungkin terancam dalam bahaya.

Sally Thompson, direktur eksekutif The Border Consortium, yang telah lama menjadi penyedia utama makanan, tempat tinggal, dan dukungan lainnya bagi para pengungsi Myanmar di Thailand menentang keras sikap Thailand yang memutuskan memulangkan para pengungsi Myanmar itu.

Baca Juga:

“Ini permainan ping-pong. Anda tidak bisa terus bolak-balik melintasi perbatasan. Anda harus berada di suatu tempat yang stabil.....Dan sama sekali tidak ada stabilitas di Myanmar saat ini,” katanya seperti dikutip dari AP Kamis (14/4).

Sementara itu, Thailand, yang bukan penandatangan Konvensi Pengungsi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), bersikeras agar para pengungsi Myanmar kembali ke Tanah Air mereka secara sukarela.

Baca Juga:

Thailand juga menegaskan telah mematuhi semua undang-undang non-refoulement internasional, yang menyatakan bahwa orang tidak boleh dikembalikan ke negara di mana mereka akan menghadapi penyiksaan, hukuman atau bahaya.

Somchai Kitcharoenrungroj, Gubernur Provinsi Tak Thailand, tempat ribuan orang dari Myanmar mencari perlindungan, mengatakan banyak dari mereka (pengungsi, red) yang menyeberang secara ilegal ketika tidak ada pertempuran.

“Kami harus mengirim mereka kembali seperti yang dikatakan undang-undang,” kata Somchai.

“Ketika mereka menghadapi ancaman dan menyeberang ke sini, kami tidak pernah menolak untuk membantu mereka. Kami menyediakan mereka semua kebutuhan dasar sesuai dengan prinsip hak asasi manusia internasional.”

[br]

Seorang pengungsi wanita bernama Hay yang identitasnya disamarkan demi keamanan, yang meninggalkan desanya ke negara tetangga Thailand untuk mencari tempat perlindungan mengatakan sangat sedih dengan langkah yang ditempuh pemerintah Thailand untuk memulangkan paksa mereka.

Dia meyakini kembali ke Myanmar akan menempatkan dia dan keluarganya dalam risiko kematian.

“Ketika mereka menyuruh kami kembali, kami menangis dan menjelaskan mengapa kami tidak bisa pulang,” kata Hay, yang tinggal di tenda tipis di Sungai Moei, yang memisahkan kedua negara.

“Kadang-kadang kami menyeberang kembali ke sisi sungai Myanmar. Tapi saya belum kembali ke desa sama sekali.”

Otoritas Thailand mengatakan telah memberikan kesempatan kepada Hay dan pengungsi Myanmar lainnya untuk bertahan di antara kedua sisi sungai saat sedang berkecamuk pertempuran di desa asal mereka.

“Ketika situasi di sisi perbatasan Myanmar membaik, pihak berwenang Thailand memfasilitasi pemulangan sukarela mereka ke sisi Myanmar,” kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Thailand, Tanee Sangrat.

“Thailand tetap berkomitmen dan akan terus menjunjung tinggi tradisi kemanusiaan yang telah lama dipegangnya, termasuk prinsip non-refoulement, dalam membantu mereka yang membutuhkan.”

Namun menurut wawancara dengan para pengungsi, Thailand tetap mengirim ribuan orang yang melarikan diri dari kekerasan yang meningkat oleh militer Myanmar untuk kembali ke rumahnya.

[br]

Langkah oleh otoritas Thailand dalam memulangkan pengungsi Myanmar kembali ke negaranya diduga oleh sebagian pengamat untuk menjaga hubungan mereka dengan militer yang berkuasa di Myanmar.

Militer Thailand bahkan tidak mau mengakui keberadaan pengungsi Myanmar di Thailand karena itu bisa saja membuat marah para pemimpin militer Myanmar, kata Patrick Phongsathorn, spesialis hak asasi manusia dari kelompok Fortify Rights yang berbasis di Asia.

“Militer Thailand bermaksud mengendalikan situasi, mengendalikan narasi, karena jelas mereka memiliki kulit politik dalam permainan, dalam apa yang terjadi di Myanmar dan mereka sangat dekat dengan otoritas junta Myanmar,” katanya.

Meskipun ditentang karena pemulangan para pengungsi tersebut dapat mengancam nyawa mereka, namun Thailand tetap bersikeras melakukannya.

Sejak pengambilalihan kekuasaan tahun lalu, militer Myanmar dilaporkan telah membunuh lebih dari 1.700 orang dan menangkap lebih dari 13.000 orang.

Menurut Komisaris Tinggi PBB untuk urusan pengungsi (UNHCR), mengatakan sumber pemerintah Thailand memperkirakan sekitar 17.000 pengungsi Myanmar telah mencari keselamatan di Thailand sejak pengambilalihan kekuasaan oleh militer Myanmar.

Tetapi hanya sekitar 2.000 yang saat ini tinggal di sisi perbatasan Thailand, menurut Pusat Komando Perbatasan Thailand-Myanmar.

“UNHCR terus menganjurkan dengan kuat bahwa para pengungsi yang melarikan diri dari konflik, kekerasan umum dan penganiayaan di Myanmar tidak boleh dikembalikan secara paksa ke tempat di mana kehidupan dan kebebasan mereka berada dalam bahaya,” kata badan tersebut. (PNC)

Editor
:
SHARE:
Tags
beritaTerkait
Piala AFF 2024, Indonesia Hajar Myanmar Dengan Skor 1-0
Buronan Kelas Wahid Thailand Ditangkap Di Bali
Nasib Getir Aung San Suu Kyi, Dihukum 33 Tahun Penjara dan Partainya Dibubarkan Junta Militer
Pengadilan Jepang Buat Terobosan Berikan Status Pengungsi kepada Seorang Lesbian Uganda
Pengusaha Thailand Menikahi Transgender Cantik dengan Pesta Berbiaya Rp 8.7 Miliar
Kekurangan Dana, PBB akan Pangkas Bantuan Makanan bagi  Pengungsi Rohingya
komentar
beritaTerbaru