KAMPAR, PESISIRNEWS.COM - Siang Senin (30/11/2015), matahari Pekanbaru bersinar dengan teriknya, setelah beberapa bulan nyaris tak tampakkan wajahnya karena tertutup kelamnya kabut asap. kulitpun terasa terbakar karenanya, berkata dalam hati saya, "Ya Allah, jauhkan hamba dari siksa Neraka-mu". Bagaimana tidak, matahari yang berjarak jutaan kilo meter dari atas kepala kita saja, kita tidak sanggup berada di bawahnya dalam waktu yang lama tanpa ada pelindung. Bagaimana di akhirat, disaat Rasulullah salallahu 'alaihi wasallam mengatakan jarak matahari dari atas kepala kita hanya berjarak satu mil saja, dan mil yang dimaksud disini adalah milnya celak, dan ini adalah jarak yang sangat dekat sekali, bagaimanakah dahsyatnya panas yang akan kita rasakan. Disaat itu manusia berkeringat menahankan panasnya padang masyar, ada yang keringatnya hanya sebatas mata kaki, selutut, bahkan ada yang ditenggelamkan oleh keringatnya sendiri.
Tidak ada naungan disaat itu melainkan naungan dari Allah, dan ada Tujuh golongan yang mendapatkan naungan dari Allah, salahsatunya adalah orang yang hatinya selalu terpaut kepada Masjid. Semoga kita semua termasuk dari golongan ini.
Sangat berbeda setelah kami sampai ke Kampar, di salahsatu PT yang orang tua dari istri saya (mertua) tinggal di sana (karyawan PT tersebut,red) terasa begitu sejuk udaranya, pokok sawit berjejer dengan rapi di kanan-kiri jalan, seperti Shaff jama'ah sholat kaum muslimin.
Terasa begitu indahnya disaat hutan masih dijaga, dan pohon-pohonpun masih berdiri dengan kokohnya. Namun ketika pohon-pohon ditebang lalu diganti dengan bangunan-bangunan tinggi pencakar langit, apa yang terjadi ?
Udara berubah menjadi panas, pencemaran di mana-mana. Yakinlah kita apa yang diciptakan oleh tangan-tangan manusia tidak akan bisa menandingi ciptaan Robb semesta alam.
Waktu zuhur hampir masuk, lebih kurang 15 menit lagi. Namun Masjid di sebuah afdeling (perumahan karyawan) yang ada di PT tersebut tidak ada tanda-tanda akan berkumandang azan.
Alasannya karena di afdeling pada siang hari tidak hidup lampu, disebabkan kawasan PT ini belum terhubung dengan PLN.
Akhirnya saya memutuskan untuk shalat di Emplasmen (perumahan karyawan yang jabatannya tinggi di perusahaan tersebut) saja. Karena di sana lampunya 24 jam, karena di emplasmen dekat dengan PKS (pabrik kelapa sawit).
Ternyata sama saja, pemandangan yang tidak jauh berbeda dengan keadaan masjid-masjid yang ada di afdeling. Masjid yang ukurannya sangat luas menurut saya untuk berada di PT seperti ini. Saya teringat akan masjid di tempat tinggal saya (Pekanbaru,red), yang sangat berbeda jauh dengan kondisi fisik masjid di PT ini, namun alhamdulillah, jama'ahnya masih lumayan ramai yang menjalankan shalat berjamaah di sana. Setelah berwudhu, saya masuk ke masjid kemudian Shalat sunah dua rakaat, dengan niat shalat tahiyatul masjid dan shalat sunah wudhu, karena menurut ustad yang pernah saya ttanyakan tentang hal ini, boleh kita menggabungkan dua niat amalan sunah dalam satu amalan, wallahu a'lam.
Setelah selesai shalat ternyata tidak ada satu orangpun jamaah yang hadir, padahal lebih dari 1000 karyawan yang ada di PT ini, "mungkin mereka shalat dirumah masing-masing" fikirku.
Waktu shalat telah masuk, saya berniat untuk mengumandangkan azan, tapi ternyata tidak ada mike di sana, karena mike berada di kamar gharim, sedangkan kamar gharim terkunci. Begitu memprihatinkan keberadaan masjid-masjid di sini menurutku, hanya dijadikan sebagai "simbol" saja, menandakan bahwasanya pemilik perusahaan ini dan mayoritas karyawannya adalah orang yang beragama Islam.
Ini sangat ironi, apakah memang seperti itu tujuan masjid didirikan ? bukankah masjid adalah rumah Allah di permukaan bumi ini, namun ternyata masih sangat banyak masjid-masjid yang sepi dari jama'ah kaum muslimin. Jika kita mau merenung sejenak, bisakah kita hidup satu detik saja tanpa mendapat rahmat dan nikmat dari Allah subahanahu wa ta'ala ? sehingga begitu lancang dan beraninya kita untuk melanggar perintah Allah.
Begitu jauhnya kita dari islam kita sendiri, bahkan kita lebih patuh kepada peraturan Bos kita dari pada peraturan Robb yang menciptakan bos kita. Siapa sebenarnya yang memberikan rezki kepada kita ? Bos kitakah ataukah Allah ?.
Beberapa minggu yang lalu saya pernah ngobrol denggan penjaga masjid yang ada di afdeling tempat tinggal mertua saya, waktu itu bertepatan hhari jum'at.
Padahal shalat adalah salahsatu rukun dari rukun islam, dan hal yang terpenting setelah mengucap dua kalimah sahadat. Bukankah Rasulullah memerintahkan bagi laki-laki untuk shalat berjama'ah bersama kaum muslimin.
Saya bertanya pada diri sendiri, dimanakah kita bisa dapatkan hidupnya si'ar islam di negri kita ini, disaat pergaulan bebas terjadi di kota-kota besar, ramainya manusia bukan di masjid-masjid lagi melainkan telah pindah ke mall-mall dan tempat-tempat hiburan yang jelas-jelas melupakan kita kepada kematian.
Ternyata di kampung-kampung dan tempat yang sangat jauh dari keramaianpun tidak mau kalah dengan hirup pikuknya kota metropolitan, masjid-masjidpun tetap sunyi dan yang rame adalah warung-warung kopi atau majelis-majelis domino.
Apakah memang masjid hanya dijadikan sebagai simbol islam di PT ini ? dan berapa banyak lagi mungkin masjid-masjid di tempat lain yang jauh dari jama'ah atau mungkin hanya buka sekali seminggu saja, yaitu pada hari jum'at. Setelah shalat jum'at selesai ditutup lagi, dan baru dibuka jum'at berikutnya.
Cari berita terkait lainnya, Silahkan Klik DISINI / DISINI
Oleh: Abu Hanifah