Senin, 23 Juni 2025 WIB

Covid-19 Membuka Mata Dunia tentang Pentingnya Digital yang Inklusif, Kita Jangan Tertinggal

- Sabtu, 15 Oktober 2022 23:11 WIB
1.318 view
Covid-19 Membuka Mata Dunia tentang Pentingnya Digital yang Inklusif, Kita Jangan Tertinggal
Ilustrasi: Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ke-17 G20 yang diselenggarakan di Bali pada 15-16 November 2022. (PNC/Sindonews/Anjar)

Oleh: Anjar Asmara, S.Pd

(Pesisirnews.com) - Akhir tahun 2019 di Kota Wuhan, China, virus SARS-CoV-2 atau yang lebih dikenal dengan Covid-19 terdeteksi pertama kali menginfeksi manusia. Pada Juni 2021 atau enam bulan setelah kasus pertama, virus ini dengan cepat menyebar ke seluruh dunia hingga membuat terjadinya bencana kesehatan global.

Lebih parahnya lagi, dampak yang ditimbulkan pandemi ini tidak hanya terbatas pada korban jiwa tetapi memengaruhi pula kepada berbagai aktivitas dan taraf hidup manusia seperti ekonomi, pendidikan, meningkatnya angka kemiskinan, dll.

Baca Juga:

Kondisi itu membuat miliaran orang di seluruh dunia tiba-tiba membutuhkan perangkat digital untuk dapat mengakses kegiatannya seperti belajar, bekerja, berdagang, dan kebutuhan akan informasi serta layanan penting lainnya.

Berdasarkan data dari Our World in Data, di minggu kedua Oktober 2022 korban meninggal karena Covid-19 tercatat mencapai sebanyak 6,56 juta jiwa di seluruh dunia. Ini tentu bukan sebuah angka yang kecil jika diukur dari dampak kematian pada manusia yang disebabkan oleh virus ini.

Baca Juga:

Pandemi Covid-19 lantas membuka mata dunia tentang pentingnya pendekatan digitalisasi yang dapat menjembatani segala kebutuhan manusia serta mendorong negara-negara berkembang untuk melakukan transformasi digital nasional mereka yang belum pernah terjadi sebelumnya.

Sebelum krisis Covid-19, negara-negara berkembang dan pelaku pembangunan melihat teknologi digital lebih sebagai enabler atau fasilitator bagi individu, atau kelompok agar mereka dapat meningkatkan kapasitas dalam berusaha serta untuk menunjang kegiatan mereka lainnya.

Tetapi ketika badai Covid-19 melanda dunia, transformasi digital yang inklusif dirasakan menjadi lebih penting, dan pendekatan digital mulai dimasukkan ke dalam pembangunan secara nasional yang disesuaikan dengan kebutuhan dari masing-masing negara.

Pandemi Covid-19 juga mengubah cara pandang negara-negara berkembang bahwa pandemi telah menimbulkan ketimpangan, menghambat upaya pengentasan kemiskinan, menambah jumlah pengangguran, dan memperjelas terjadinya kesenjangan digital di masyarakat.

Mengutip Madgavkar (2020), kesenjangan digital berbasis gender, misalnya, dapat berarti bahwa jutaan perempuan yang dikecualikan dari ekosistem digital dapat kehilangan kesempatan kerja karena program stimulus semakin banyak disampaikan melalui saluran digital.

Hal itu jika dibiarkan maka bisa menghambat pembangunan manusia yang pada akhirnya akan berdampak pula pada kemajuan sebuah negara.

Menurut laporan United Nations Development Programme (UNDP), yang dipublikasikan pada 26 Juli 2022, sejak meledaknya pandemi Covid-19, lebih dari 100 negara telah meminta bantuan untuk mengembangkan solusi digital, termasuk sekitar 30 negara yang mencari dukungan untuk memastikan transformasi digital holistik yang aman.

Butuh kerja keras dan berbagai upaya yang dilakukan oleh semua negara untuk dapat menurunkan grafik pandemi Covid-19 seperti sekarang ini, hingga interaksi antar manusia bisa berlangsung secara lebih leluasa dibandingkan dengan saat pandemi masih bergejolak di seluruh dunia.

[br]

Apa itu Transformasi Digital yang Inklusif?

Pengertian transformasi digital yang inklusif menurut UNDP, adalah tentang meningkatkan ketersediaan, aksesibilitas, dan adopsi teknologi digital untuk semua lapisan masyarakat.

Transformasi digital yang inklusif juga disebut sebagai digitalisasi berkelanjutan, atau disebut pula sebagai transformasi digital berkelanjutan, di mana konsep ini mengacu pada proses digitalisasi ekonomi secara berkelanjutan, hijau, dan organik.

Ilustrasi: Transformasi digital yang inklusif memungkin anak-anak hingga di pelosok desa dapat menggunakan layanan digital dalam kegiatan belajar. (Int)

Revolusi digital harus dapat menghadirkan peluang untuk menghidupkan kembali upaya dalam mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan dan memikirkan kembali pendekatan terhadap pembangunan.

UNDP menyebut transformasi digital harus sengaja dilakukan secara inklusif jika sebuah negara ingin memajukan pembangunan manusia sehingga nantinya dapat berkontribusi dalam mewujudkan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan di negaranya.

Presidensi G20 Indonesia 2022 dalam Mewujudkan Transformasi Digital yang Inklusif

Indonesia menjadi tuan rumah Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ke-17 G20 yang diselenggarakan di Bali pada 15-16 November 2022 mendatang.

KTT ini akan menjadi puncak dari proses dan usaha yang intensif dari seluruh alur kerja G20 (Pertemuan Tingkat Menteri, Kelompok Kerja, dan Engagement Groups) selama setahun keketuaan Indonesia.

Presidensi G20 Indonesia 2022 diarahkan untuk kepentingan masyarakat dengan melibatkan peran serta masyarakat secara langsung dalam penyelenggaraan rangkaian kegiatan G20.

Sebelumnya, Presiden Jokowi dalam pidatonya di Sidang Majelis Umum ke-76 Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada Kamis, 23 September 2021, menyampaikan tema besar Presidensi G20 Indonesia 2022 yaitu "Recover Together, Recover Stronger".

Melalui tema tersebut, Indonesia mengajak seluruh negara di dunia untuk saling bahu-membahu, mendukung untuk pulih bersama serta tumbuh lebih kuat dan berkelanjutan.

Pada pertemuan G20 2022, transformasi digital yang Inklusif menjadi salah satu pokok pembahasan oleh negara-negara anggota. Sedangkan Indonesia sendiri akan membawa enam agenda prioritas dan tiga agenda nasional dalam pertemuan tersebut.

Enam agenda prioritas Indonesia pada Presidensi G20 Indonesia 2022, yakni: 1) exit strategy untuk mendukung pemulihan yang adil; 2) pembahasan scarring effect untuk mengamankan pertumbuhan masa depan; 3) sistem pembayaran di era digital; 4) keuangan berkelanjutan; 5) inklusi keuangan, dan; 6) perpajakan internasional.

Adapun tiga agenda prioritas nasional pada Presidensi G20 Indonesia yaitu: i) Arsitektur kesehatan global; ii) Transformasi ekonomi digital; dan iii) Transisi energi.

Menanggapi agenda transformasi digital yang inklusif pada Presidensi G20 Indonesia 2022, sebuah lembaga penelitian sosial-politik yang berbasis di Singapura yakni Institute of Southeast Asian Studies (ISEAS), mengusulkan agar transformasi digital yang inklusif dapat dibahas secara komprehensif.

ISEAS berpendapat, setidaknya ada lima persoalan yang perlu dibahas dalam pertemuan G20, yakni:

1) mengurangi kesenjangan literasi digital di dalam dan antar negara;

2) meningkatkan undang-undang privasi dan keamanan berdasarkan seperangkat prinsip menyeluruh yang disepakati;

3) meningkatkan kebijakan persaingan/antitrust dengan mengadaptasi kebijakan nasional terkait era digital;

4) memperkuat pendukung digital dan analog utama untuk meningkatkan transformasi digital, dan;

5) memberikan bantuan kepada negara-negara berkembang untuk mengakses dan mengadopsi teknologi informasi.

Sebagai tuan rumah G20 kita tentu berharap Indonesia dapat mendorong sebuah tindakan global serta mendesak dilakukan transformasi digital yang lebih adil karena perubahan teknologi yang menghasilkan terjadinya kesenjangan digital juga menyebabkan terjadinya ketimpangan ekonomi.

[br]

Manfaat Presidensi G20 Indonesia 2022

G20 memiliki anggota yang terdiri negara-negara dari berbagai kawasan di dunia, yaitu Amerika Serikat, Kanada, Meksiko, Argentina, Brazil, Inggris, Jerman, Italia, Perancis, Rusia, Afrika Selatan, Arab Saudi, Turki, Tiongkok, Jepang, Korea Selatan, India, Indonesia, Australia, dan Uni Eropa.

Negara-negara G20 merepresentasikan 80 persen ekonomi dunia, 75 persen perdagangan internasional, dan 60 persen populasi dunia. Itu menunjukkan betapa penting dan strategisnya forum G20 dalam menentukan arah kebijakan ekonomi dunia, dan dalam menentukan masa depan pertumbuhan ekonomi dunia.

Apabila diklasifikasikan terdapat dua manfaat Presidensi G20 bagi Indonesia, yaitu:

1. Manfaat Strategis

a. G20 merupakan forum strategis untuk membahas isu-isu global: Kesehatan global, stabilitas keuangan, climate change.

b. Showcasing usaha pemulihan ekonomi Indonesia dalam masa pandemi Covid-19.

c. Showcasing peran Indonesia sebagai pemimpin pertemuan yang akan mendukung terbentuknya kebijakan global.

2. Manfaat Langsung

a. Meningkatkan devisa dari kunjungan delegasi ke Indonesia.

b. Menghidupkan sektor hospitality.

c. Mendukung peningkatan konsumsi domestik.

d. Mengoptimalkan peran UMKM.

e. Meningkatkan penyerapan tenaga kerja.

Berkaitan dengan manfaat transformasi digital yang inklusif, sejumlah negara di kawasan Asia dan Afrika juga telah merasakan manfaat dari penggunaan teknologi digital ini di dalam urusan pemerintahannya.

Sebagai contoh, Bangladesh meluncurkan strategi nasionalnya yang diberi nama 'Digital Bangladesh' pada tahun 2008. Program ini terutama berfokus untuk membawa setiap rumah berada di bawah jaringan digital.

Sejak peluncuran Digital Bangladesh, jumlah orang yang online telah meningkat dari 3 persen menjadi 70 persen (116 juta orang) per Maret 2021.

Akses ke Informasi (A2I) yang didukung oleh UNDP ini telah meningkatkan akses publik ke layanan digital melalui lebih dari 5.800 pusat digital. Distribusi ini membuat orang tidak perlu lagi melakukan perjalanan sejauh lebih dari 4 km untuk mengakses 150 layanan dasar yang mereka butuhkan.

Layanan Digital yang inklusif di Bangladesh. (Foto: UNDP/Government of Bangladesh)

Selama pandemi, negara tersebut menggunakan kembali hotline informasi nasional ke Pusat Panggilan Nasional Covid-19. Dengan lebih dari 13 juta panggilan diterima, 4.300 dokter terdaftar di pusat layanan yang menyediakan informasi penting kepada masyarakat dan menghubungkan dokter dengan pasien.

Pemerintah Bangladesh juga mendirikan ruang sidang virtual, dan pengadilan e-mobile, serta portal peradilan yang menyediakan akses keadilan selama pandemi.

Sedangkan di Uganda, kemitraan antara UNDP dan Jumia, platform e-commerce terkemuka di Afrika, membantu lebih dari 2.000 vendor pasar informal mengakses pelanggan baru secara online sambil mempertahankan rantai pasokan selama pandemi.

[br]

Implementasi Digital yang Inklusif

Transformasi digital inklusif telah dirasakan manfaatnya oleh masyarakat di sejumlah negara. Lalu bagaimana cara pemerintah kita mengimplemetasikan transformasi digital yang inklusif sehingga manfaatnya dapat pula dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat?

Misalnya, di sektor perdagangan kecil dan menengah, apakah pemerintah telah menyediakan platform digital untuk UMKM agar mereka mampu mengoptimalkan usahanya dan berdaya saing lebih luas?

Kemudian di sektor kesehatan, apakah pemerintah sudah menyiapkan platform digital yang akan memudahkan masyarakat dalam mengakses layanan kesehatan, yang selama ini masih berjalan secara manual seperti mengurus surat rujukan dari puskesmas agar pasien bisa secepatnya dirawat di rumah sakit?

Dua contoh yang penulis kemukakan tersebut hanyalah beberapa dari sejumlah aspek penting lainnya seperti pendidikan, energi dan layanan di bidang sosial, yang terkait dengan bagaimana pemerintah mengimplementasikan digital yang inkusif untuk kepentingan masyarakat.

Sebagai perbandingan negara kita dapat melihat apa yang telah dilakukan UNDP untuk membantu percepatan transformasi digital di negara-negara berkembang.

Di sini UNDP melakukan pemusatan digitalisasi pada tiga bidang utama yakni: 1) bimbingan teknologi; 2) memberikan solusi digital; dan 3) pembangunan infrastruktur digital dasar serta pengembangan kapasitas.

Implementasi digital inklusif di saat pandemi juga mencakup seperti: 1) menyediakan anak-anak dengan akses Internet untuk sekolah online; 2) menghubungkan pedagang kaki lima ke platform e-commerce sehingga mereka dapat terus menjalankan bisnis; 3) mendidik pegawai pemerintah agar dapat memberikan pelayanan secara online dan; 4) memerangi ujaran kebencian dan misinformasi di media sosial.

Dari strategi UNDP tersebut, menurut penulis, Indonesia tentu bisa mengadopsinya untuk membangun transformasi digital yang inklusif berdasarkan skala prioritas, misalnya, menentukan platform digital apa yang paling dibutuhkan oleh masyarakat untuk terlebih dahulu dibangun.

Adapun persoalan lain dalam implementasi digital yang perlu dicermati pemerintah adalah bagaimana menanggulangi dampak dari transformasi digital, misalnya, pengaruh terhadap tenaga kerja yang mungkin justru malah bisa berkurang akibat efisiensi digital, menjaga keamanan data digital, menjamin kelancaran konektivitas dan ketersediaan sumber daya pendukung lainnya agar implementasi digital yang inklusif dapat berjalan dengan baik.

[br]

Peran Kemenkominfo dalam Transformasi Digital yang Inklusif

Kementerian Negara Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) sebagai perangkat Pemerintah Republik Indonesia yang menangani urusan komunikasi dan informatika, dan terkait langsung dengan praktek digitalisasi di masyarakat tentunya berperan penting dalam mewujudkan transformasi digital yang inklusif.

Dalam keterangan pers pada 25 Januari 2022 lalu,Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G. Plate, menyebut Kepresidenan G20 Indonesia pada 2022 dinilai menjadi momentum bagi pemerintah untuk mengembangkan transformasi digital yang inklusif.

Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G. Plate. (Foto: ANTARA/Kominfo)

Kemenkominfo akan menjadi fasilitator pembahasan isu digital pada G20 2022 yang diselenggarakan Indonesia.

Pemerintah melalui Kemenkominfo akan memasukkan tiga isu prioritas ke dalam Digital Economy Working Group (DEWG), yaitu pemerataan akses digital, literasi digital, dan arus data lintas batas yang aman.

Untuk itu, Indonesia akan mendorong pemerataan akses digital dan digitalisasi lengkap, termasuk bagi kelompok rentan.

“Kepresidenan G20 Indonesia akan menjadi kesempatan bagi kita sebagai negara berkembang, untuk menyeimbangkan diskusi yang biasanya didominasi oleh negara maju untuk membangun tata kelola dunia yang lebih adil,” kata Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G. Plate.

Terpisah, Sekretaris Jenderal Kementerian Komunikasi dan Informatika (Sekjen Kemenkominfo), Mira Tayyiba, dalam acara Information and Communications Joint Committee (ICJC) ke-8 pada April lalu meyampaikan, meskipun digitalisasi mampu memberdayakan masyarakat miskin dan membangun ketahanan, pandemi juga mengingatkan semua orang akan pentingnya transformasi digital yang inklusif, memberdayakan dan berkelanjutan.

Sekretaris Jenderal Kementerian Komunikasi dan Informatika, Mira Tayyiba pada acara Jakarta Digital Outlook 2021. (Foto: ANTARA/Kemenkominfo/KT)

Ia mengatakan, Pemerintah Indonesia berupaya memelihara masa depan digital melalui empat pendekatan yang meliputi konektivitas, perlindungan data, literasi digital, dan perlakuan yang adil.

“Pendekatan humanistik diterapkan dengan menyediakan konektivitas yang setara dan mudah diakses, memastikan keamanan dan perlindungan data, membekali masyarakat dengan keterampilan yang dibutuhkan di era transformasi digital, dan menciptakan level of playing field yang adil untuk semua pemain di ekosistem digital,” jelas Mira dikutip Antara.

Namun menurut penulis, transformasi digital yang inklusif pada tataran konsep mungkin akan menemukan berbagai persoalan yang jauh lebih kompleks pada tahap implementasinya.

Dalam hal ini penulis membagi dua persoalan sebagai contoh kendala yang mungkin di alami pemerintah pada saat mengimplementasikan digital yang inklusif yakni di tingkat masyarakat dan di tingkat teknis.

Kendala di tingkat masyarakat, misalnya, apakah semua lapisan masyarakat mampu memiliki dan menggunakan perangkat digital serta mampu membayar biaya akses internet?

Kemudian, bagaimana caranya agar pendistribusian layanan digital tersebut benar-benar berkeadilan hingga sampai kepada masyarakat miskin dan masyarakat di pedesaan?

Lalu, di tingkat teknis, misalnya, bagaimana membangun sistem keamanan yang tinggi terhadap sebuah platform digital yang berkaitan dengan kepentingan multilateral strategis yang menghubungkan antar negara?

Dan bagaimana mengatasi kerentanan duplikasi digital yang dapat dilakukan oleh oknum yang ahli di bidang IT untuk disalahgunakan sehingga akan merugikan banyak pihak?

Beberapa kendala yang penulis kemukakan tersebut adalah tantangan yang saling berhubungan, yang perlu ditangani antara satu masalah dengan satu set solusi digital agar bekerja dengan baik.

Untuk itu, menurut penulis, Kemenkominfo perlu melibatkan berbagai pihak lain yang berkompeten seperti media massa, kalangan akademisi dan pakar IT dalam melakukan sosialisasi dan bimbingan transformasi digital inklusif kepada seluruh lapisan masyarakat.

Sosialisasi dan bimbingan transformasi digital inklusif dilakukan terutama yang berpusat di sekitar permintaan untuk bimbingan teknologi, solusi digital, dan infrastruktur digital dasar. Termasuk bagaimana solusi pembiayaan terhadap masyarakat miskin agar mereka juga dapat menikmati dan dapat mengakses layanan digital.

Selain mengatasi segala kemungkinan yang akan menjadi kendala dalam transformasi digital yang inklusif, menurut penulis, Kemenkominfo juga perlu menjalin kemitraan secara kolaboratif dengan pihak swasta yang bergerak di bidang teknologi informasi agar mereka dapat berinvestasi dan membangun sistem digitalisasi inklusif yang berkualitas, aman serta dengan biaya yang terjangkau oleh masyarakat.

Indonesia jangan Sampai Tertinggal dalam Transformasi Digital yang Inklusif

Tantangan yang dihadapi Indonesia dalam mewujudkan transformasi digital yang Inklusif menurut penulis tentu tidak hanya terletak pada persoalan teknis seperti bagaimana mengatasi kelangkaan sumber daya di bidang teknologi informasi, tantangan konektivitas, atau tantangan ketersediaan cip semikonduktor sebagai bahan baku utama dalam melakukan transformasi digital.

Tantangan lain yang juga tak kalah penting menurut penulis ada di tingkat penyelenggara negara, di mana sinergitas antar penyelenggara negara dalam mengakselerasi transformasi digital yang Inklusif akan membuat pelayanan kepada seluruh lapisan masyarakat dapat berlangsung secara lebih efektif dan efisien.

Mengingat digitalisasi berpengaruh dalam mengatasi kebutuhan dan pembangunan manusia maka kecepatan pemerintah dalam membangun transformasi digital yang inklusif tentu sangat diperlukan agar semua lapisan masyarakat Indonesia melek digital, dan siap menghadapi tantangan dan persaingan di era globalisasi saat ini.

Karena, jika Indonesia tertinggal dalam persaingan globlal maka akan sulit pula bagi negara kita dalam mengejar cita-cita untuk tumbuh menjadi negara yang lebih kuat dan berkelanjutan.

Terakhir, meskipun platform digital juga rentan dengan risiko, misalnya potensi peretasan, keamanan data dan gangguan sistem lainnya namun digitalisasi terbukti dapat memberikan kemudahan dan manfaat dalam membantu berbagai urusan manusia.

Penguatan digitalisasi yang inklusif juga berguna dalam pembangunan manusia Indonesia sehingga akan membantu negara dalam mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan.

Maka di era yang serba digital saat ini negara kita jangan sampai tertinggal dalam melakukan percepatan transformasi digital inklusif yang aman, memberdayakan dan berkelanjutan. (PNC/Anjar)

Tentang penulis:

Penulis adalah wartawan yang juga sebagai redaktur pelaksana di portal berita Pesisirnews.com.

Editor
:
SHARE:
Tags
beritaTerkait
Kadis Kominfo Inhil Dr. Trio Beni Putra Wakili Sekda Inhil dalam Sosialisasi Arsitektur Pemerintahan Digital oleh KemenPAN-RB
Optimalkan Penyebaran Informasi Daerah, Diskominfo Pers Inhil MoU dengan RRI Pekanbaru
Kominfo Indragiri Hilir Gelar Rapat Evaluasi Program Smart City Tahap II 2024 Bersama OPD Terkait
Hukum Berkurban Bagi yang Mampu, Wajib Atau Sunnah?
Buronan Kelas Wahid Thailand Ditangkap Di Bali
Ketum PSSI Erick Thohir Ucap Syukur FIFA Jatuhkan Sanksi Ringan ke PSSI
komentar
beritaTerbaru