PEKANBARU, PESISIIRNEWS.COM - Bid'ah itu mirip syari'at tetapi sesat. Pengertian bid'ah secara bahasa berarti sesuatu yang baru atau membuat sesuatu tanpa ada contoh sebelumnya. Dalam tinjauan bahasa memang mobil itu bid'ah, microphone itu bid'ah, computer itu bid'ah, hanphone juga bid'ah.
Akan tetapi bukan ini yang dimaksud oleh Nabi. Bid'ah yang dimaksud Nabi adalah bid'ah dalam tinjauan syar'i sebagaimana yang disebutkan oleh Imam Asy-Syatibi dalam kitab Al-I'tisham, Bid'ah adalah suatu cara beragama yang mirip dengan syari'at yang dengan melakukannya seseorang bermaksud melakukan ibadah kepada Allah.
Dimana, bid'ah yang dimaksud adalah menambah-nambah cara beribadah tanpa adanya tuntunan dari Rasulalloh. Maka berkembangnya bid'ah adalah musibah. Bahkan tak ada yang lebih menyesakkan dada para ulama melebihi kesedihan mereka ketika melihat munculnya bid'ah.
Ibnul Mubarak berkata: "Kita mengadu kepada Alloh akan perkara besar yang menimpa umat ini, yakni wafatnya para ulama' dan orang-orang yang berpegang kepada sunnah, serta bermunculannya bid'ah-bid'ah."
Abu Idris Al-Khaulani berkata: "Sungguh melihat api yang tak biasa kupadamkan lebih baik bagiku daripada melihat bid'ah yang tak mampu aku padamkan."
Bid'ah menjadikan pelakunya semakin jauh kepada Alloh. Hasan Al-Bashri mengungkapkan, "Bagi para pelaku bid'ah, bertambahnya kesungguhan ibadah (yang dilandasi bid'ah), hanya akan menambah jauhnya kepada Alloh."
Mengenai pentingnya kewaspadaan terhadap bid'ah ini, mendekati wafatnya Nabi memberikan beberapa wasiat, diantaranya, "Jauhilah oleh kalian perkara yang diada-adakan, karena sesungguhnya setiap perkara yang diada-adakan itu bid'ah dan setiap bid'ah itu sesat." (HR. Tirmidzi dan Abu Dawud).
Diantara bid'ah yang terjadi di Indonesia adalah sebagai berikut:
KUALAT KARENA MELANGGAR ADATSebagian orang menganggap bahwa upacara adat lah yang bisa menjaga keamanan dan kesejahteraan mereka. Meninggalkannya berarti, siap menuai petaka. Jika ditanya mengapa adat atau ritual itu diberlakukan, biasanya jawabannya standar. Kadang dalam rangka tasyakuran atau tolak balak. Tapi kenapa cara seperti itu yang dipilih bukan cara yang ditunjukkan oleh islam? Jawabannya hampir bisa dipastikan, "adatnya sejak dulu ya seperti ini!" persis dengan kaum musyrik tempo dulu. Alloh berfirman, "Dan apabila dikatakan kepada mereka: "Ikutilah apa yang telah diturunkan Alloh," mereka menjawab: "(Tidak), tetapi Kami hanya mengikuti apa yang telah Kami dapati dari (perbuatan) nenek moyang kami". (QS. Al-Baqarah 170)
CEGAH BENCANA DENGAN RITUAL TOLAK BALA'Ritual yang dimaksud adalah sesaji untuk taqarrub kepada jin yang mereka anggap berkuasa di tempat itu. Seakan jin-jin itu mampu mengendalikan alam, mampu mendatangkan banjir, mampu menjadikan gempa bumi dan tanah longsor. Ini adalah keyakinan syirik paling berat yang bahkan tidak dilakukan oleh orang-orang musyrik. Orang-orang musyrik dahulu menyekutukan Alloh dalam beribadah, tapi mereka tetap meyakini, bahwa yang mengendalikan semua urusan adalah Alloh. Lihat Firman Alloh dalam Qs. Yunus ayat 31.
HILANGKAN MIMPI BURUK DENGAN MEMBALIK BANTALMereka meyakini dengan membalik bantalnya, maka arah mimpi menjadi berubah atau 'episode'nya berganti. Ada pula yang berkeyakinan, dengan membalik bantal, maka apa yang dialami dalam mimpi tidak menjelma di alam nyata. Bagaimana islam menjelaskan kejadian seperti ini, lalu bagaimana solusinya?
Nabi telah menjelaskan bahwa mimpi baik itu adalah dari Alloh, sedang mimpi buruk itu dari setan. Rasulullah bersabda, "Mimpi baik itu dari Alloh, sedang mimpi buruk itu dari setan. Jika salah satu di antara kalian bermimpi yang tidak disukai, maka hendaknya menghembuskan (dengan sedikit ludah) ke kiri tiga kali, lalu membaca ta'awudz kepada Alloh dari keburukannya, niscaya mimpi buruk itu tidak akan memadharatkannya." (HR. Muslim)
MENANAM KEPALA KERBAUMereka meyakini bahwa tradisi menanam kepala kerbau seolah suatu keharusan yang mengiringi momen-momen penting. Seperti peletakan batu pertama suatu bangunan, pembangunan jembatan, ritual sedekah bumi maupun tradisi larung untuk sedekah laut, kepala kerbau hampir menjadi inti dari sesaji. Dalam hal ini Rasulullah bersabda, "Dan Alloh melaknat orang yang menyembelih (binatang) untuk selain Alloh." (HR. Muslim)
SIAL KARENA TERKENA HUKUM KARMADalam bahasa sansekerta, karma berarti perbuatan. Dalam arti umum, meliputi semua kehendak (baik dan buruk, lahir dan batin, pikiran, kata-kata atau tindakan). Karma dikenal juga dengan hukum sebab-akibat. Mereka yang percaya karma yakin bahwa di masa yang akan datang orang akan memperoleh konsekuensi dari apa yang telah diperbuat di masa lalu.
Sepintas ajaran ini mirip dengan Islam, yang mengenal istilah 'al-jaza' min jinsil amal', bahwa hasil itu sepadan dengan usaha yang dilakukan. Padahal ada perbedaan menyolok antara karma dan kaidah Islam tersebut. Karma adalah bagian dari kepercayaan Hindu-Budha. Karma tidak terpisahkan dengan ajaran reinkarnasi, yang menyatakan bahwa setelah seseorang meninggal akan kembali ke bumi dalam tubuh yang berbeda. Jadi, mereka meyakini hidup berulang kali di dunia, meskipun dengan wujud yang berbeda. Tentang nasib, tergantung karma yang diperbuatnya di kehidupan sebelumnya.
Dalam Islam, musibah yang menimpa memang kadang bisa diartikan dengan balasan, tapi kadang pula berarti pembersih dosa dan terkadang berarti ujian. Orang yang terlanjur berbuat dosa pun tidak menutup kemungkinan untuk bertaubat, sehingga efek dosa bisa tercegah, baik di dunia maupun di akhirat. Wallahu a'lam
MUSIBAH KARENA MENDAHULUI KAKAKNYA MENIKAHMereka meyakini bahwa hal ini akan menjadikan kakaknya tidak laku, dan sang adik juga akan menerima akibatnya karena lancang melangkahi kakaknya menikah. Sebagian yang merasa terpaksa 'melanggar' adat itu mengharuskan sang adik untuk mengadakan ritual plangkahan. Adapun Islam mengajarkan untuk menyegerakan jika dirasa sudah mampu. Tidak menjadi soal apakah ketika menikah kakaknya telah menikah atau belum.
SELAMATAN 7 BULAN USIA JANIN DALAM KANDUNGANSebagian orang menyebutnya dengan mitoni. Menurut para pelakunya, ritual ini merupakan bentuk syukur kepada sang Pencipta yang telah menyelamatkan ibu dan calon bayi hingga berumur tujuh bulan. Harinya pun dipilih hari 'baik' bukan sembarang hari. Bentuk ritualnya bermacam-macam, dari ritual siraman, calon ibu berganti pakaian dengan 7 motif, lalu para tamu diminta untuk memilih motif mana yang paling cocok.
Tujuan untuk bersyukur tidaklah menjadikan ritual itu layak diikuti. Karena tujuan yang benar harus ditempuh dengan cara yang benar pula. Lalu bagaimana cara mensyukuri yang benar? Tak ada ritual khusus, waktu khusus atau tempat khusus. Hendaknya memperbanyak tahmid dalam segala kondisi, dan jika suatu kali mendapatkan suatu perkara yang tidak disukai hendaknya membaca Alhamdulillah 'ala kulli haal, segala puji bagi Alloh dalam segala keadaan.
KOKOK AYAM DI TENGAH MALAM, ISYARAT ADA WANITA HAMIL DILUAR NIKAH
Kepercayaan seperti ini biasanya terjadi karena hasil utak-atik orang terhadap perkara yang dianggap ganjil. Misalnya secara kebetulan ada kejadian yang berbarengan. Keyakinan seperti ini tidaklah dibenarkan karena tidak berlandaskan dalil.
SESAJI UNTUK BERSYUKUR
Diantaranya adalah sesaji sebagian para nelayan untuk "Dewi Roro Kidul", penguasa pantai selatan dan juga sesajinya para petani untuk "Dewi Sri", yang diyakini telah menguningkan padi mereka. Sesajian ini adalah termasuk dari kesyirikan.
SIAL KARENA KEJATUHAN CICAK
Mereka meyakini, ketika kejatuhan cicak, maka bertanda mereka akan mendapatkan musibah. Sebagai penangkal mereka segera memburu cicak tersebut dan menyobek mulutnya, supaya musibah tidak jadi menimpanya. Hal ini disebut juga dengan tathayur yang dilarang dalam Islam.
Nabi bersabda: "barang siapa mengurungkan keperluannya karena thiyarah, maka dia telah berbuat kesyirikan," lalu para sahabat bertanya: "lalu apa tebusannya wahai Rasulullah?" Beliau bersabda, "hendaknya engkau membaca, "Ya Alloh, tiada nasib baik kecuali nasib baik (dari) Mu, tiada thiyarah kecuali thiyarah-Mu dan tidak ada ilah yang berhak disembah selain Engkau." (HR. Ahmad)
BINTANG BERALIH TANDA KEMATIAN
Keyakinan seperti ini telah ada sejak zaman jahiliyah terdahulu. Ketika Nabi bersama para sahabatnya sedang duduk-duduk, tiba-tiba terlihat di langit ada bintang beralih, maka beliau bersabda, "Apa yang kalian katakan di masa jahiliyah dahulu ketika melihat yang demikian?" Para sahabat menjawab, "Alloh dan Rasul-Nya lebih mengetahui, dahulu kami mengatakan bahwa pada pada malam itu telah lahir seorang pria agung dan telah wafat laki-laki yang agung pula."
Sebagai koreksi dari keyakinan jahiliyah tersebut, Nabi bersabda, "Bintang itu dilempar bukan karena seseorang yang mati ataupun lahir, akan tetapi Rabb kita Tabaraka wa Ta'ala ketika memutuskan perkara maka bertasbihlah para malaikat penyangga Arsy, kemudian bertasbihlah para penduduk langit di bawah mereka, hingga suara tasbih tersebut sampai penduduk langit dunia ini.
Kemudian para malaikat yang berada di bawah penyangga Arsy bertanya kepada para penyangga Arsy, "Apa yang telah difirmankan oleh Rabb kalian?" Lalu merekapun mengabarkan tentang apa yang telah Dia firmankan. Maka sebagian penduduk langit mengabarkan kepada sebagian yang lain sehingga kabar tersebut sampai ke langit dunia, ketika itu jin mencuri dengar tentangnya untuk dibisikkan kepada walinya (dukun), lalu dia dilempar dengan bintang tersebut.
Maka jika mereka (berhasil mendengar) kemudian mengabarkan sesuai yang didengar maka beritanya benar, akan tetapi mereka suka membuat-buat dan menambahnya. (HR. Muslim)
TUKAR CINCIN PERNIKAHAN
Upacara tukar cincin menjadi tradisi wajib bagi banyak kalangan, termasuk kaum muslimin. Cincin pernikahan pun sebagai barang bertuah yang memiliki arti sakral. Berbagai mitos tentang cincin inipun berkambang di masyarakat. Konon, cincin pernikahan itu bisa menjadi sebab kelanggengan bahtera rumah tangga.
Bila ini yang diyakini maka mereka telah terjebak kepada ksyirikan karena menganggap cincin bisa mendatangkan manfaat ataupun madharat.
Tukar cincin meskipun telah berkembang di kalangan kaum muslimin, bukanlah berasal dari aturan Islam atau teladan Nabi. Bahkan merupakan ritual yang memiliki nilai religius di kalangan umat Nasrani. Maka melakukannya berarti menyerupai mereka, padahal Nabi bersabda dalam haditsnya yang diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud: "Barang siapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk golongan mereka."
SAKIT-SAKITAN KARENA TAK KUAT MENYANDANG NAMA
Sebagian orang meyakini, tidak semua nama baik itu cocok untuk disematkan setiap anak. Ketika mereka melihat anaknya sakit-sakitan berkepanjangan, segera mungkin mereka mengubah nama anaknya. Karena mereka meyakini tidak adanya kecocokan nama anaknya dengan aura pemiliknya.
Di dalam Islam, tidak dipungkiri bahwa nama memiliki pengaruh bagi pemiliknya. Seringkali ada kesesuaian antara nama dan yang diberi nama. Tetapi pengaruh tersebut lebih kepada makna yang dikandung di dalmnya. Islam melarang nama-nama yang berkonotasi buruk.
TABUR BUNGA DI ATAS KUBURAN
Sebagian orang Islam melakukan hal ini dengan berkeyakinan supaya penghuni kubur diringankan siksaanya. Beralasan dengan perbuatan Rasulullah ketika melewati dua kuburan yang sedang disiksa, kemudian beliau mengambil pelapah kurma dan membelahnya menjadi dua bagian dan menancapkan kepada masing-masing kuburan. Para sahabat bertanya wahai Rasulullah, mengapa Anda melakukan itu?" beliau bersabda, "Agar keduanya diringankan siksanya selagi pelapah kurma itu masih basah." (HR. Bukhari dan Muslim)
Jika dengan landasan hadits itu seseorang menaburkan bunga di atas kuburan, berarti dia telah berprasangka buruk kepada mayat. Seakan dia memvonis bahwa si penghuni kubur tengah menghadapi siksa. Sedangkan Nabi melakukan hal demikian atas dasar pengetahuan beliau bahwa kedua penghuni kubur telah disiksa.
REINKARNASI
Reinkarnasi adalah keyakinan tentang regulasi ruh, yakni ruh orang yang telah mati akan menitis kepada makhluk lain. Bisa berwujud manusia, bisa pula hewan maupun batu. Ajaran ini dikenal dalam agama Hindu. Dalam agama Budha dikenal dengan istilah tumimbal lahir (rebirth). Dalam dunia kejawen juga banyak beredar dongeng tentang reinkarnasi dengan sebutan 'titisan'. Tentu karena masih mewarisi budaya Hindu.
KEMBALI SUCI SETELAH IDUL FITHRI
Definisi 'kembali suci' hanya masyhur di kalangan masyarakat Indonesia. Kitab-kitab para ulama' tak ada yang menampilkan definisi idul fitri sebagai hari kembali suci. Kesalahan terjadi karena kata fithri dianggap sama dengan fithrah, padahal berbeda.
Setidaknya hal ini dapat dilihat dalam kamus Arab-Indonesia Al-Munawwir halaman 1142, disebutkan bahwa makna al-fithru adalah berbuka sedangkan al-fithrah adalah bermakna sifat pembawaan (yang ada sejak lahir), fithrah.
Berarti makna makna idul fithri adalah kembali berbuka setelah satu bulan shaum, dan bukan kembali suci. Hal ini sebagaimana sabda Rasulullah, "Adapun hari fithri adalah fithr (berbuka)mu dari shaum dan ied bagi kaum muslimin." (HR. Tirmidzi)
JIN BERTENGGER DI GAMBAR MAKHLUK BERNYAWA
Tentang jin yang bertengger di gambar makhluk bernyawa, sejauh penulis ketahui tidak ada dalil yang menyebutkannya. Konon, keterangan itu didapatkan dari pengakuan jin yang diinterogasi orang yang meruqyah. Jika demikian, hal ini tidak boleh kita jadikan sebagai landasan keyakinan.
Disamping kemungkinan (bahkan besar kemungkinan) jin berdusta, ini juga bersifat kasuistik. Karena keimanan terhadap yang ghaib tidak boleh didasarkan kecuali dari sumber wahyu, Al-Qur'an dan As-Sunnah.
Perihal gambar makhluk bernyawa memang seharusnya kita bersihkan dari dinding rumah kita. Karena dalam riwayat Imam Bukhari, sehabagimana sabda Rasulullah, "Malaikat tidak memasuki rumah yang di dalamnya ada gambar bernyawa."
MENGHADIRKAN ARWAH GHOIB
Klaim semacam ini sudah ada sejak zaman dahulu. Bahkan syaikhul Islam Ibnu Taimiyah di abad ke-7 Hijriyah telah banyak membuka kedok para penipu yang mengaku bisa menghadirkan arwah orang yang sudah mati.
Termasuk dalam hal ini adalah fenomena jaelangkung. Sebenarnya yang hadir di situ bukanlah arwah orang yang sudah mati. Karena mereka yang berada di alam barzah sudah mempunyai kesibukan tersendiri. Bersenang-senang dengan nikmat Alloh atau menghadapi siksa Alloh. Baca QS. Az-Zumar ayat 42.
KHADAM ASMA'UL HUSNA
Ada yang menyebarkan khurafat, bahwa setiap Asma'ul Husna mempunyai khadam malaikat yang siap melaksanakan maksud dari arti Asma yang dibaca. Keyakinan ini tidak bersumber melainkan rekayasa belaka.
RAJAH PENJAGA RUMAH
Rajah itu berupa kertas bertuliskan huruf-huruf yang sulit dibaca dan dipahami maknanya, kertas itu dilipat atau terkadang dibungkus dengan kain lalu dipaku di atas pintu. Benda itu diyakini dapat menolak marabahaya yang bakal masuk ke dalam rumah. Dan rajah ini termasuk syirik.
MITOS BIJI TASBIH
Biji tasbih yang dimiliki kiyai diyakini bisa menyembuhkan penyakit dan mencegah terjadinya marabahaya. Bahkan seperti granat, kalau biji tasbih itu dilempar akan meletus. Lalu mereka menganggap bahwa mengalungkan tasbih di leher sangat cocok sebagai alat taqarrub kepada Allah. Ini juga penafsiran hasil otak-atik orang-orang sufi, tak ada dasarnya dari Nabi sedikitpun.
MERAMAL NASIB
Ini semua adalah bentuk dari kesyirikan.
MEMBANGUN, MEMBERI PENERANGAN DAN BERIBADAH DI KUBURAN
Seperti halnya kuburan para tokoh agama lainnya yang dikeramatkan, kuburan tersebut biasa dikunjungi oleh masyarakat dari berbagai daerah, dari peziarah bahkan ada pula peziarah yang datang dari jauh tujuannya untuk mecari barokah dari kuburan tokoh tersebut yang sudah mati, agar hajat mereka segera akan terkabul.
Pertanyaanya adalah, apa hukum ini semua? Seorang muslim tidak pantas ikut-ikutan kebanyakan orang dalam beragama, bertindak dan berucap, karena akibatnya bisa fatal, terjerembab ke dalam kesesatan yang berakhir dengan lembah neraka.
Rosululloh Shollallohu 'alaihi wa sallam bersabda: "Janganlah kalian melakukan perjalanan ibadah kecuali ke tiga masjid, masjidku ini (masjid Nabawi di Madinah), masjidil haram, dan masjidil Aqsho". (HR. Bukhori dan Muslim).
Dari sini kita tahu bahwa wisata spiritual/rohani ke makam para wali dan sunan, makam syaikh anu dan itu dilarang dan tidak disyariatkan bahkan merupakan perkara baru (bid'ah) dalam agama Islan, amalannya tertolak tidak berpahala bahkan berdosa.
Di riwayatkan dari Jundub bin Abdillah, semoga Alloh melimpahkan keridhoan-Nya kepada beliau, dia berkata: "Aku mendengar Nabi Sholallohu 'alaihi wa sallam bersabda lima (malam) sebelum wafatnya: "Ketahuilah ! sesungguhnya orang-orang sebelum kalian menjadikan kuburan Nabi-Nabi dan orang-orang sholih mereka sebagai masjid, sesungguhnya aku melarang kalian dari hal seperti itu". (HR. Muslim).
Diriwayatkan dari Ibnu Mas'ud semoga Alloh melimpahkan keridhoan-Nya dari Nabi Sholallohu 'alaihi wa sallam bersabda: "Sesungguhnya orang-orang yang paling jelek (keagamaanya) adalah orang-orang yang mengalami langsung peristiwa kiamat dan orang-orang yang menjadikan kuburan sebagai masjid".
Diriwayatkan dari Ummul mu'minin Aisyah dan ibnu Abbas semoga Alloh melimpahkan keridhoan-Nya kepeda mereka berdua, Beliau berdua berkata, "Ketika Rosululloh Shollallohu 'alaihi wa sallam mau meninggal dunia, beliau membuka dan menutup wajahnya dengan kain, ketika panas beliau membukanya, beliau bersabda dalam keadaan seperti itu, "laknat Alloh tertimpa kepada orang-orang Yahudi dan Nashoro, karena mereka menjadikan kuburan nabi-nabi mereka sebagai masjid". Beliau melarang perbuatan seperti yang mereka lakukan.
MENYOAL BID'AH HASANAH
Sebagian orang berpendapat bahwa bid'ah terbagi menjadi dua, yaitu bid'ah hasanah dan bid'ah sai'ah (bid'ah buruk dan bid'ah baik). Padahal Nabi tidak pernah memperkenalkan kepada umatnya tentang pembagian bid'ah ini. Dengan tegas Rasulullah bersabda: "....karena sesungguhnya setiap bid'ah itu sesat." (HR. Tirmidzi dan Abu Dawud)
PENGARUH DAN DAMPAKNYA KEPADA AQIDAH UMAT ISLAM
Sebelum kedatangan Islam, penduduk di Nusantara mempunyai pegangan dan keyakinan tentang adanya kuasa ghaib yang mereka tidak nampak tapi dapat mereka rasai kesannya.
DINAMISME: Kepercayaan adanya tenaga yang tak berperibadi dalam diri manusia, haiwan, tumbuh-tumbuhan, benda-benda dan kata-kata.
(*)
Sumber: Sebagian materi tulisan dinukil dari buku BID'AH dan KHURAFAT DI INDONESIA terbitan WAFA Press oleh Abu Umar Abdillah.
(ahlulsunnah)
Editor: Abu Hanifah