JAKARTA, Pesisirnews.com - RUU Bea Meterai saat ini tinggal menunggu pembahasan di tingkat II parlemen. Setelah menjadi UU, penerapan aturan baru ini mulai awal 2021.
Besaran bea meterai nantinya hanya berlaku single tarif, yaitu Rp 10.000 per lembar. Dengan begitu, tarif bea meterai Rp 3.000 dan Rp 6.000 tidak lagi berlaku.
Adapun, RUU Bea Meterai baru ini cukup lama dinanti-nanti pemerintah lantaran beleid yang lama sudah dijalankan selama 34 tahun, hingga pemerintah dengan Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) akhirnya sepakat untuk membahas lebih lanjut RUU Bea Meterai menjadi UU.
Baca Juga:
Melalui aturan baru ini, pemerintah sudah menghitung dampaknya terhadap penerimaan negara.
Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan menyebut bea meterai bisa menambah setoran negara sekitar Rp 11 triliun di 2021.
Baca Juga:
Potensi besarnya penerimaan negara ini juga dikarenakan adanya perluasan objek pengenaan bea meterai dari yang sebelumnya hanya sebatas pada dokumen kertas dengan batasan nilai di atas Rp 1 juta.
Dalam draft RUU Bea Meterai yang diterima detikcom, Kamis (3/9/2020) bea meterai sendiri merupakan pajak atas dokumen. Dalam beleid yang baru, objek dokumen yang dikenakan bea meterai tidak hanya yang berbentuk kertas melainkan digital atau elektronik.
Perlu dicatat dalam aturan yang baru ini, tarif bea meterai menjadi Rp 10.000 per lembar dengan batasan nominal atau transaksi per objek di atas Rp 5 juta. Jika nominal di bawah batasan maka bebas bea meterai.
[br]
Berdasarkan Pasal 3, bea meterai dikenakan kepada dokumen yang dibuat sebagai alat untuk menerangkan mengenai suatu kejadian yang bersifat perdata; dan dokumen yang digunakan sebagai alat bukti di pengadilan.
Contoh dokumen yang dimaksud adalah:
a. surat perjanjian, surat keterangan/pernyataan, atau surat lainnya yang sejenis, beserta rangkapnya;
b. akta notaris beserta grosse, salinan, dan kutipannya;
c. akta Pejabat Pembuat Akta Tanah beserta salinan dan kutipannya;
d. surat berharga dengan nama dan dalam bentuk apa pun;
e. Dokumen transaksi surat berharga, termasuk Dokumen transaksi kontrak berjangka, dengan nama dan dalam bentuk apa pun;
f. Dokumen lelang yang berupa kutipan risalah lelang, minuta risalah lelang, salinan risalah lelang, dan grosse risalah lelang;
Sementara di Pasal 7, mengatur soal bea meterai tidak berlaku terhadap beberapa dokumen, yaitu:
a. Dokumen yang terkait lalu lintas orang dan barang
1. surat penyimpanan barang;
2. Konosemen;
3. surat angkutan penumpang dan barang;
4. bukti untuk pengiriman dan penerimaan barang;
5. surat pengiriman barang untuk dijual atas tanggungan pengirim; dan
6. surat lainnya yang dapat dipersamakan dengan surat sebagaimana dimaksud pada angka 1 sampai dengan angka 5;
b. segala bentuk ijazah
c. tanda terima pembayaran gaji, uang tunggu, pensiun, uang tunjangan, dan pembayaran lainnya yang berkaitan dengan hubungan kerja, serta surat yang diserahkan untuk mendapatkan pembayaran dimaksud
d. tanda bukti penerimaan uang negara dari kas negara, kas pemerintah daerah, bank, dan lembaga lainnya yang ditunjuk oleh negara berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan;
e. kuitansi untuk semua jenis pajak dan untuk penerimaan lainnya yang dapat dipersamakan dengan itu yang berasal dari kas negara, kas pemerintahan daerah, bank, dan lembaga lainnya yang ditunjuk berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan;
f. tanda penerimaan uang yang dibuat untuk keperluan intern organisasi;
g. Dokumen yang menyebutkan simpanan uang atau surat berharga, pembayaran uang simpanan kepada penyimpan oleh bank, koperasi, dan badan lainnya yang menyelenggarakan penyimpanan uang, atau pengeluaran surat berharga oleh kustodian kepada nasabah;
h. surat gadai;
i. tanda pembagian keuntungan, bunga, atau imbal hasil dari surat berharga, dengan nama dan dalam bentuk apa pun; dan
j. Dokumen yang diterbitkan atau dihasilkan oleh Bank Indonesia dalam rangka pelaksanaan kebijakan moneter.
Sumber : (finance.detik.com)